Ini bukan sekedar
cerita dongeng atau kisah fiksi belaka, namun sebuah perjalanan antara hidup
dan mati, yang di latarbelakangi oleh kesengsaraan akan sebuah kenyataan. Bukan
sok puitis atau sok dramatis, tapi memang inilah yang terjadi sama gue.
El
Noura. Sering disapa Ra. Itulah nama gue. Sering banyak yang mengira gue
blasteran atau pengikut dajjal, gara-gara nama panggilan gue Ra. Sama kayak simbolnya
dajjal. Namun gak mungkinlah. Gue tipe wanita yang kalo makan banyak gak
bakalan gemuk, bukan sok muji diri sendiri tapi ini kan sesi perkenalan, jadi
gue berusaha ngejelasin apa adanya. Kulit putih langsat dengan hidung mancung,
mata sayu, bibir tipis, tinggi 162 cm, berat 50 kg, baik, introvert, dan
simple. Itulah gue. Gak perlu lama-lama bahas tentang gue, langsung aja ke inti
dari cerita ini. Perjalanan gue.
Huft..
gue bukan ikut acara My Trip My Adventure, karena gue bukan gadis petualang.
Dan gue gak tau mau mulai dari mana, coba gue ingat dulu. Oh ya.. kisah ini
berawal dari..
Waktu
itu gue baru kelas 1 SMA, alias kelas 10. Masih anak baru ya, wajar sering
dibully sama kakak-kakak senior perempuan. Mungkin karena banya kakak-kakak
senior cowok yang deketin aku, jadi mereka iri sama aku. Bisa dibilang aku
menarik dengan memiliki banyak bakat, menyanyi, menari, melukis, dan lain
sebagainya gue bisa. Bahkan soal kepandaian, gue gak kalah sama mereka yang
punya prestasi segudang. Hanya saja gue malas berurusan sama yang namanya
lomba, olimpiade, atau apapun itu. Jikalau emang gue suka gue bakalan ikut.
Balik
ke soal pem-bully-an. Banyak kejadian yang tidak mengenakkan yang harus gue
alami. Apalagi setelah gue resmi menjadi siswa di sekolah itu. Mungkin tangan
mereka bakalan gatal kalau gak jahilin gue. Gue ingat, waktu itu hari selasa
pas jam istrahat, di kantin ada salah satu cowok yang berusaha deketin gue,
karena gue orangnya rada cuek, yah gue biarin aja. Kalo ditanya ya jawab, kalo
gak ya diam aja. Sehabis dari kantin, gue diajak sama Kak Beti kebelakang
sekolah, katanya ada yang mau ketemu sama gue. Gue turutin aja, daripada
urusannya jadi tambah panjang kalo gue nolak, kan gak asyik, jadi ribet dong.
Nah, sesampainya dibelakang sekolah, ternyata ada banyak senior cewek tuh, gue disuruh
jongkok, gue gak mau lah, kalau jongkok kan nanti dalaman gue kelihatan. Mereka
berusaha maksa gue, dan yah mereka berhasil.
“Kupu-kupu
lo ya? Kenapa lo deket-deket ama si Boni? Dia itu cowok gue.” Teriak Kak Bebi,
kembarannya Kak Beti.
“Saya
Ra kak, bukan kupu-kupu. Dan saya gak tahu siapa itu Kak Boni.”Jawab gue dengan
nada sopan.
“Cowok
yang paling ganteng disekolah, itu Boni namanya. Yang keren itu loh.” Kata
salah satu dari mereka yang memegang sebatang rokok.
Sebenarnya
gue baru tahu kalo namanya Kak Boni. Gue heran, cowok yang gak ada tampang gitu
di bilang ganteng ama mereka. Yah gue diem aja, selanjutnya gue gak tahu mereka
ngomong apa. Gue Cuma berusaha merhatiin ulat bulu yang merayap-rayap diantara
dedaunan kering. Kadang dia berhenti, mungkin karena sudah terlalu lelah.
“Mungkin
lo bakalan jadi kupu-kupu yang cantik.” Ucap gue sambil tersenyum.
Sementara,
mereka hanya bengong mendengar ucapan yang keluar dari mulut gue.
“Maksud
lo apaa?” teriak Kak Bebi.
Aku
melirik satu per satu wajah mereka. Ternyata mereka marah setelah mendengar
kata-kata yang keluar dari mulut gue. Barangkali mereka merasa tersindir. Gue
Cuma tersenyum, meberikan senyuman paling manis buat mereka. Barangkali dengan
senyuman gue, amarah mereka bakalan padam.
Namun
diluar dugaan, senyuman gue jadi percikan api untuk mereka. Amarah mereka mulai
membakar hingga ke ubun-ubun. Kak Bebi mengangkat kerah bajuku, sontak
membuatku berdiri. Dengan tatapan tajam dia mengangkat tangan kirinya dan
mengayunkannya dengan cepat ke arah pipiku. Plak.. Kepalaku terasa pusing dan
wajahku rasanya panas. Dalam pikiranku hanya “Kak Bebi ternyata kidal”. Gue
diam aja, gak berteriak. Pandanganku hanya 1 titik, yakni pada ulat bulu tadi,
berpikir bahwa mungkin nasib kita berdua sama. “Ulat” gumamku.
Ternyata
gumaman gue terdengar oleh Kak Bebi, membuat dia harus mendaratkan beberapa
tonjokkan ke wajah gue, dengan sangat kasar dia menjambak rambut gue, hingga
kepala gue terbentur-bentur ke dinding. Rasanya pening. Sementara, gue hanya
bersandar pada dinding sambil merintih kesakitan. Komplotannya yang lain
berusaha mencegat kak Bebi buat mukul gue. Mungkin karena takut, gue bakalan
mati kali ya. Mereka lalu mengajak kak Bebi pergi. Gue hanya berdiri mematung
dengan tatapan yang sama, pada ulat bulu itu sambil mengumpulkan tenaga gue
yang terkuras.
Beberapa
menit kemudian, gue berusaha berjalan. Dengan langkah gontai gue menuju
kekelas. Sesampainya di pintu kelas, gue berdiri mematung. Teman-teman dan ibu guru yang sedang mengajar memandangi gue
dengan kening yang berkerut. Sepertinya keadaan gue mamprihatinkan”.Gue
berusaha berjalan ke arah bangku dan mengambil tas hitam milik gue yang
terletak diatas meja gue. Sementara mereka masih hening.
“Kamu
kenapa El Noura?” tanya guru yang masih memegang spidol.
“Saya
sakit bu. Mau pulang.” Ucap gue sambil memandang lirih pada guru.
Ibu
guru itu, ibu Nadin. Beliau langsung menggandeng gue dan mengajak gue ke ruang
BK. Sesampainya di BK, gue di interogasi tentang perihal yang terjadi sama gue.
Hanya satu kata yang keluar dari mulut gue. “Kak Bebi and the genk”. Nampaknya
kalimat itu membuat mereka puas akan pertanyaan yang muncul di benak mereka.
“Saya
izin pulang dulu ya buk.”
“iya,
mari ibu antar.”
“Gak
usah buk. Saya bisa sendiri.”
Akhirnya
gue pulang dalam keadaan sendiri, seperti saat gue datang kesekolah. Sendiri.
Singkat
cerita akhirnya, gue sampai rumah. Rumah yang gue harap bakalan bikin diri gue
relax, namun kenyataannya berbeda. Sampai rumah, gue melihat rumah yang
berantakan, dengan piring kotor yang belum dicuci, kulit pisang dan kulit
kacang berhamburan diatas meja makan, sementara botol-botol alkohol berserakan
diruang tengah. Lalu, gue seperti mendengar jeritan-jeritan kecil. Gue berusaha
mencari-cari sumber suara itu, ternyata itu berasal dari arah kamar mami gue.
Terlihat dia sudah tak mengenakan baju atasan, dan roknya terangkat hingga ke
perut sementara seorang laki-laki dengan mengenakan kemeja yang kancingnya
terbuka semua dan celana hitam yang dipakai hanya dengan 1 kaki, sehingga
pantatnya yang berbulu kelihatan. Gue jijik melihatnya, pengen muntah.
Gue
lupa cerita, kalau gue sebenarnya terlahir tanpa ayah. Alias gue anak haram.
Yah.. mami gue pelacur. Bahkan berkat pekerjaannya dia berhasil membuat sebuah
tempat pelacuran, sehingga menggaet gadis-gadis cantik untuk bekerja
ditempatnya. Dari situ, gue mulai manggil dia mami. Mengikuti kebiasaan para
karyawan dan para pelanggannya kalo manggil dia. Awalnya gue sedih, sempat
pengen bunuh diri begitu tahu kalo itu adalah hal sangat memalukan. Gue sering
diejek, dan sering di bully sampai sekarang. Tapi, lama-lama gue terbiasa,
bahkan udah gak ngerasain hal-hal yang seperti itu. Mungkin gue udah mati rasa
kali ya. Tapi, 1 hal yang bikin gue bangga adalah gue perawan. Mami gue gak
mungkin ngejual keperawanan gue. Jadi yah, gue masih perawan. Gue bertekad buat
menjaga keperawanan gue sampai tiba saatnya.
Oke..
lalu gue menuju ke sebuah ruang yang pintunya bertuliskan Ra. Dengan hiasan
dream-catcher yang bergelantungan. Itulah kamar gue. Gue pegang gagangnya, trus
gue putar kekanan dan akhirnya pintunya terbuka. Aroma lavender tercium begitu
gue masuk kedalam. Gue tutup pintu kamar gue, supaya aromanya gak bisa keluar.
Dengan tatanan yang masih rapi semenjak gue tinggal pergi kesekolah, membuat
gue semakin nyaman. Gue rebahkan badan
gue kekasur berwarna biru pastel, dengan menatap langit-langit kamar yang
berhiaskan bintang-bintang. Gue melirik foto berukuran 20r yang bergelantungan
didinding, terlihat foto gadis dan wanita. Yap, itu foto gue dan mami. Mereka
berdua tersenyum seperti mereka adalah keluarga yang sangat bahagia, dan
memiliki kehidupan yang sangat bahagia pula. Setidaknya, dengan senyuman itu
mengajarkan gue bahwa dunia ini pangung sandiwara. Gue segera bangkit dari
kasur dan menuju meja rias berwarna pink, mendekatkan wajah gue ke cermin dan
melihat dengan seksama setiap memar di muka gue. Tulang pipi gue lebam, dan
masih ada bekas merah bergambar tangan di pipi kiri gue. Gue menjilati darah
yang masih basah di bibir gue. Rasanya perih. Gue akhirnya mengambil es batu
dari lemari es dan mengompresinya. Setelah itu gue mengganti pakaian sekolah
gue dengan celana pendek dan kaos hitam. Lalu segera merebahkan badan gue ke
kasur lagi. Kepala seakan masih terasa pening. Gue berusaha tidur dan berusaha
melupakan semua kejadian yang telah terjadi. Semakin lama mata gue semakin
berat, dan akhirnya tertutup.
Tiba-tiba
gue berada diruang yang sangat gelap, atau mungkin terowongan, bisa jadi tak
ada ruang atau terowongan hanya kegelapan semata. Rasanya sesak dan hampa.
Lalu, tiba-tiba gue melihat titik cahaya
dari arah yang sangat jauh. Gue berusaha mendekat dan meraih cahaya itu.
Semakin gue berjalan, cahaya itu semakin besar, semakin bersinar, dan blaarr…
tiba-tiba gue berada di tengah-tengah cahaya itu. Nampaknya dibalik cahaya itu
ada sesuatu, gue berusaha mengedip-ngedipkan mata gue agar sesuatu itu nampak
jelas. Nampaknya itu sesuatu berwarna hijau, tapi belum jelas bentuknya. Gue
mencoba mendekat ke arah sesuatu itu, ternyata semakin lama mulai semakin
jelas. Dengan kening yang berkerut, gue mengamatinya. “Pohon?” ucap gue kaget
saat tahu ternyata itu hanyalah sebuah pohon, yang buahnya bergelantungan. Gue
menarik salah satu buah yang bergelantungan rendah. “Apel? Pohon apel?”. Seakan
gue gak percaya, gue mencium aromanya dan menggigitnya. Nyam.. ini sangat enak.
Ini adalah apel terenak yang pernah gue cicipi.
“Hey..”
teriak sesorang dari balik pohon itu, tapi gue masih belum jelas melihatnya
karena cahaya masih saja menyelimuti sekitaran pohon apel itu. Dari suara yang
gue dengar dia adalah laki-laki, tapi gue gak tahu bagaimana rupa dan wujudnya.
Seketika tubuh gue seakan terhempas sangat jauh, menjauh dari pohon apel itu,
menjauh dari cahaya itu, menjauh dari bayangan yang samar-samar dan..
Mata
gue terbuka, dengan keringat dingin dan nafas yang tersengal-sengal gue
berusaha mengangkat tangan gue. Melihat apakah apelnya masih ada. Namun nihil,
gue berusaha bangun dan gue mendapati diri gue ada didalam kamar gue. Ternyata
gue bermimpi.
Bersambung..
Ikuti terus ceritanya yaa.... karena ada kejutan selanjutnya.