Cantik itu luka

Tuesday, January 31, 2017

Dream Trip I






Ini bukan sekedar cerita dongeng atau kisah fiksi belaka, namun sebuah perjalanan antara hidup dan mati, yang di latarbelakangi oleh kesengsaraan akan sebuah kenyataan. Bukan sok puitis atau sok dramatis, tapi memang inilah yang terjadi sama gue.
 El Noura. Sering disapa Ra. Itulah nama gue. Sering banyak yang mengira gue blasteran atau pengikut dajjal, gara-gara nama panggilan gue Ra. Sama kayak simbolnya dajjal. Namun gak mungkinlah. Gue tipe wanita yang kalo makan banyak gak bakalan gemuk, bukan sok muji diri sendiri tapi ini kan sesi perkenalan, jadi gue berusaha ngejelasin apa adanya. Kulit putih langsat dengan hidung mancung, mata sayu, bibir tipis, tinggi 162 cm, berat 50 kg, baik, introvert, dan simple. Itulah gue. Gak perlu lama-lama bahas tentang gue, langsung aja ke inti dari cerita ini. Perjalanan gue.
 
Huft.. gue bukan ikut acara My Trip My Adventure, karena gue bukan gadis petualang. Dan gue gak tau mau mulai dari mana, coba gue ingat dulu. Oh ya.. kisah ini berawal dari..
Waktu itu gue baru kelas 1 SMA, alias kelas 10. Masih anak baru ya, wajar sering dibully sama kakak-kakak senior perempuan. Mungkin karena banya kakak-kakak senior cowok yang deketin aku, jadi mereka iri sama aku. Bisa dibilang aku menarik dengan memiliki banyak bakat, menyanyi, menari, melukis, dan lain sebagainya gue bisa. Bahkan soal kepandaian, gue gak kalah sama mereka yang punya prestasi segudang. Hanya saja gue malas berurusan sama yang namanya lomba, olimpiade, atau apapun itu. Jikalau emang gue suka gue bakalan ikut.
Balik ke soal pem-bully-an. Banyak kejadian yang tidak mengenakkan yang harus gue alami. Apalagi setelah gue resmi menjadi siswa di sekolah itu. Mungkin tangan mereka bakalan gatal kalau gak jahilin gue. Gue ingat, waktu itu hari selasa pas jam istrahat, di kantin ada salah satu cowok yang berusaha deketin gue, karena gue orangnya rada cuek, yah gue biarin aja. Kalo ditanya ya jawab, kalo gak ya diam aja. Sehabis dari kantin, gue diajak sama Kak Beti kebelakang sekolah, katanya ada yang mau ketemu sama gue. Gue turutin aja, daripada urusannya jadi tambah panjang kalo gue nolak, kan gak asyik, jadi ribet dong. Nah, sesampainya dibelakang sekolah, ternyata ada banyak senior cewek tuh, gue disuruh jongkok, gue gak mau lah, kalau jongkok kan nanti dalaman gue kelihatan. Mereka berusaha maksa gue, dan yah mereka berhasil.
“Kupu-kupu lo ya? Kenapa lo deket-deket ama si Boni? Dia itu cowok gue.” Teriak Kak Bebi, kembarannya Kak Beti.
“Saya Ra kak, bukan kupu-kupu. Dan saya gak tahu siapa itu Kak Boni.”Jawab gue dengan nada sopan.
“Cowok yang paling ganteng disekolah, itu Boni namanya. Yang keren itu loh.” Kata salah satu dari mereka yang memegang sebatang rokok.
Sebenarnya gue baru tahu kalo namanya Kak Boni. Gue heran, cowok yang gak ada tampang gitu di bilang ganteng ama mereka. Yah gue diem aja, selanjutnya gue gak tahu mereka ngomong apa. Gue Cuma berusaha merhatiin ulat bulu yang merayap-rayap diantara dedaunan kering. Kadang dia berhenti, mungkin karena sudah terlalu lelah.
“Mungkin lo bakalan jadi kupu-kupu yang cantik.” Ucap gue sambil tersenyum.
Sementara, mereka hanya bengong mendengar ucapan yang keluar dari mulut gue.
“Maksud lo apaa?” teriak Kak Bebi.
Aku melirik satu per satu wajah mereka. Ternyata mereka marah setelah mendengar kata-kata yang keluar dari mulut gue. Barangkali mereka merasa tersindir. Gue Cuma tersenyum, meberikan senyuman paling manis buat mereka. Barangkali dengan senyuman gue, amarah mereka bakalan padam.
Namun diluar dugaan, senyuman gue jadi percikan api untuk mereka. Amarah mereka mulai membakar hingga ke ubun-ubun. Kak Bebi mengangkat kerah bajuku, sontak membuatku berdiri. Dengan tatapan tajam dia mengangkat tangan kirinya dan mengayunkannya dengan cepat ke arah pipiku. Plak.. Kepalaku terasa pusing dan wajahku rasanya panas. Dalam pikiranku hanya “Kak Bebi ternyata kidal”. Gue diam aja, gak berteriak. Pandanganku hanya 1 titik, yakni pada ulat bulu tadi, berpikir bahwa mungkin nasib kita berdua sama. “Ulat” gumamku.
Ternyata gumaman gue terdengar oleh Kak Bebi, membuat dia harus mendaratkan beberapa tonjokkan ke wajah gue, dengan sangat kasar dia menjambak rambut gue, hingga kepala gue terbentur-bentur ke dinding. Rasanya pening. Sementara, gue hanya bersandar pada dinding sambil merintih kesakitan. Komplotannya yang lain berusaha mencegat kak Bebi buat mukul gue. Mungkin karena takut, gue bakalan mati kali ya. Mereka lalu mengajak kak Bebi pergi. Gue hanya berdiri mematung dengan tatapan yang sama, pada ulat bulu itu sambil mengumpulkan tenaga gue yang terkuras.
Beberapa menit kemudian, gue berusaha berjalan. Dengan langkah gontai gue menuju kekelas. Sesampainya di pintu kelas, gue berdiri mematung. Teman-teman dan  ibu guru yang sedang mengajar memandangi gue dengan kening yang berkerut. Sepertinya keadaan gue mamprihatinkan”.Gue berusaha berjalan ke arah bangku dan mengambil tas hitam milik gue yang terletak diatas meja gue. Sementara mereka masih hening.
“Kamu kenapa El Noura?” tanya guru yang masih memegang spidol.
“Saya sakit bu. Mau pulang.” Ucap gue sambil memandang lirih pada guru.
Ibu guru itu, ibu Nadin. Beliau langsung menggandeng gue dan mengajak gue ke ruang BK. Sesampainya di BK, gue di interogasi tentang perihal yang terjadi sama gue. Hanya satu kata yang keluar dari mulut gue. “Kak Bebi and the genk”. Nampaknya kalimat itu membuat mereka puas akan pertanyaan yang muncul di benak mereka.
“Saya izin pulang dulu ya buk.”
“iya, mari ibu antar.”
“Gak usah buk. Saya bisa sendiri.”
Akhirnya gue pulang dalam keadaan sendiri, seperti saat gue datang kesekolah. Sendiri.
Singkat cerita akhirnya, gue sampai rumah. Rumah yang gue harap bakalan bikin diri gue relax, namun kenyataannya berbeda. Sampai rumah, gue melihat rumah yang berantakan, dengan piring kotor yang belum dicuci, kulit pisang dan kulit kacang berhamburan diatas meja makan, sementara botol-botol alkohol berserakan diruang tengah. Lalu, gue seperti mendengar jeritan-jeritan kecil. Gue berusaha mencari-cari sumber suara itu, ternyata itu berasal dari arah kamar mami gue. Terlihat dia sudah tak mengenakan baju atasan, dan roknya terangkat hingga ke perut sementara seorang laki-laki dengan mengenakan kemeja yang kancingnya terbuka semua dan celana hitam yang dipakai hanya dengan 1 kaki, sehingga pantatnya yang berbulu kelihatan. Gue jijik melihatnya, pengen muntah.
Gue lupa cerita, kalau gue sebenarnya terlahir tanpa ayah. Alias gue anak haram. Yah.. mami gue pelacur. Bahkan berkat pekerjaannya dia berhasil membuat sebuah tempat pelacuran, sehingga menggaet gadis-gadis cantik untuk bekerja ditempatnya. Dari situ, gue mulai manggil dia mami. Mengikuti kebiasaan para karyawan dan para pelanggannya kalo manggil dia. Awalnya gue sedih, sempat pengen bunuh diri begitu tahu kalo itu adalah hal sangat memalukan. Gue sering diejek, dan sering di bully sampai sekarang. Tapi, lama-lama gue terbiasa, bahkan udah gak ngerasain hal-hal yang seperti itu. Mungkin gue udah mati rasa kali ya. Tapi, 1 hal yang bikin gue bangga adalah gue perawan. Mami gue gak mungkin ngejual keperawanan gue. Jadi yah, gue masih perawan. Gue bertekad buat menjaga keperawanan gue sampai tiba saatnya.
Oke.. lalu gue menuju ke sebuah ruang yang pintunya bertuliskan Ra. Dengan hiasan dream-catcher yang bergelantungan. Itulah kamar gue. Gue pegang gagangnya, trus gue putar kekanan dan akhirnya pintunya terbuka. Aroma lavender tercium begitu gue masuk kedalam. Gue tutup pintu kamar gue, supaya aromanya gak bisa keluar. Dengan tatanan yang masih rapi semenjak gue tinggal pergi kesekolah, membuat gue semakin nyaman. Gue rebahkan  badan gue kekasur berwarna biru pastel, dengan menatap langit-langit kamar yang berhiaskan bintang-bintang. Gue melirik foto berukuran 20r yang bergelantungan didinding, terlihat foto gadis dan wanita. Yap, itu foto gue dan mami. Mereka berdua tersenyum seperti mereka adalah keluarga yang sangat bahagia, dan memiliki kehidupan yang sangat bahagia pula. Setidaknya, dengan senyuman itu mengajarkan gue bahwa dunia ini pangung sandiwara. Gue segera bangkit dari kasur dan menuju meja rias berwarna pink, mendekatkan wajah gue ke cermin dan melihat dengan seksama setiap memar di muka gue. Tulang pipi gue lebam, dan masih ada bekas merah bergambar tangan di pipi kiri gue. Gue menjilati darah yang masih basah di bibir gue. Rasanya perih. Gue akhirnya mengambil es batu dari lemari es dan mengompresinya. Setelah itu gue mengganti pakaian sekolah gue dengan celana pendek dan kaos hitam. Lalu segera merebahkan badan gue ke kasur lagi. Kepala seakan masih terasa pening. Gue berusaha tidur dan berusaha melupakan semua kejadian yang telah terjadi. Semakin lama mata gue semakin berat, dan akhirnya tertutup.


Tiba-tiba gue berada diruang yang sangat gelap, atau mungkin terowongan, bisa jadi tak ada ruang atau terowongan hanya kegelapan semata. Rasanya sesak dan hampa. Lalu,  tiba-tiba gue melihat titik cahaya dari arah yang sangat jauh. Gue berusaha mendekat dan meraih cahaya itu. Semakin gue berjalan, cahaya itu semakin besar, semakin bersinar, dan blaarr… tiba-tiba gue berada di tengah-tengah cahaya itu. Nampaknya dibalik cahaya itu ada sesuatu, gue berusaha mengedip-ngedipkan mata gue agar sesuatu itu nampak jelas. Nampaknya itu sesuatu berwarna hijau, tapi belum jelas bentuknya. Gue mencoba mendekat ke arah sesuatu itu, ternyata semakin lama mulai semakin jelas. Dengan kening yang berkerut, gue mengamatinya. “Pohon?” ucap gue kaget saat tahu ternyata itu hanyalah sebuah pohon, yang buahnya bergelantungan. Gue menarik salah satu buah yang bergelantungan rendah. “Apel? Pohon apel?”. Seakan gue gak percaya, gue mencium aromanya dan menggigitnya. Nyam.. ini sangat enak. Ini adalah apel terenak yang pernah gue cicipi.
“Hey..” teriak sesorang dari balik pohon itu, tapi gue masih belum jelas melihatnya karena cahaya masih saja menyelimuti sekitaran pohon apel itu. Dari suara yang gue dengar dia adalah laki-laki, tapi gue gak tahu bagaimana rupa dan wujudnya. Seketika tubuh gue seakan terhempas sangat jauh, menjauh dari pohon apel itu, menjauh dari cahaya itu, menjauh dari bayangan yang samar-samar dan..
Mata gue terbuka, dengan keringat dingin dan nafas yang tersengal-sengal gue berusaha mengangkat tangan gue. Melihat apakah apelnya masih ada. Namun nihil, gue berusaha bangun dan gue mendapati diri gue ada didalam kamar gue. Ternyata gue bermimpi.

Bersambung.. 

Ikuti terus ceritanya yaa.... karena ada kejutan selanjutnya.

No comments:

Post a Comment